http://halomalang.com Visi Menjadikan Universitas terkemuka dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) b...
Selasa, 15 Juli 2014
kebudayaan situbondo
http://halindshop.blogspot.com
Kesamaan budaya itu, menurut tokoh masyarakat Besuki, karena kedekatan
Ke Pate Alos, demang pertama di Besuki dengan pembabat Alas di
Bondowoso, yakni Ki Bagus Asra atau dikenal Ki Ronggo.
Ia menjelaskan, pada perkembangan pemerintahan di Besuki yang dipegang
oleh Raden Sahirudin Wiroastro alias Wirodipuro II tersingkirkan setelah
Belanda menerapkan politik adu domba.
Saat itu Belanda mendirikan pemerintahan di Panarukan yang pimpinannya
masih ada hubungan keluarga dengan Raden Sahirudin. Akhirnya keluarga
dan keturunan Sahirudin Wiroastro lari ke Bondowoso.
Keluarga itu, mendapatkan tempat terhormat dari keluarga Ki Bagus Asra
(Ki Ronggo) yang juga berasal dari Madura. Ki Ronggo memiliki ikatan
yang kuat dengan Ke Pate Alos karena pernah berguru kepadanya.
Bahkan ketika Ki Ronggo membabat alas di Bondowoso juga atas perintah Ke Pate Alos.
ketika di Bondowoso dibentuk pemerintah, maka bupati pertamanya adalah
Raden Abdurahman Wirodipuro yang merupakan cicit dari Ke Pate Alos. Hal
itu dilakukan sebagai bentuk balas budi dan penghormatan Ki Ronggo
kepada gurunya, Ke Pate Alos.
Raden Abdurahman Wirodipuro itu dilantik menjadi Bupati Bondowoso tahun
1850 M berdasarkan besluit Nomor 3 tertanggal 17 Oktober 1850 yang
dikeluarkan Belanda. Beliau memerintah hingga tahun 1879 dan kemudian
digantikan oleh menantunya, Raden Aryo Tumenggung Wondokusumo.
Tidak hanya ikatan antar keturunan guru dengan muridnya, pada
perkembangan berikutnya, tidak sedikit masyarakat Besuki yang lebih
memilih Bondowoso untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk ketika
keluarganya sakit. Mereka banyak yang memilih berobat ke Bondowoso,
meskipun jarak Besuki ke Kota Situbondo dengan jarak Besuki ke Kota
Bondowoso sama-sama sekitar 35 Km.
Mantan Kepala Seksi Kebudayaan pada Dinas P dan K Kabupaten Bondowoso,
Hapi Tedjo Pramono mengakui bahwa masyarakat Besuki memiliki akar
sejarah yang sama dengan Bondowoso.
Kota Besuki, memiliki letak yang sangat strategis karena berada di
perlintasan utama kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Semarang
dan Surabaya menuju - Bali lewat jalur darat.
Kota kecamatan yang kini menjadi bagian dari Kebupaten Situbondo, Jawa
Timur itu sebetulnya memiliki sejarah panjang sebagai salah kota penting
di Nusantara ini.
Namun, nasib kota itu seperti mengulang kisah masa lalu yang pernah
digadaikan oleh Belanda kepada seorang saudagar keturunan Tiong Hoa di
Surabaya. Kota itu kini seolah tetap tergadaikan meskipun masyarakatnya
sebetulnya tidak menginginkan hal itu.
Misalnya, Besuki hanya dijadikan nama untuk polisi wilayah (Polwil) yang
markasnya ada di Kabupaten Bondowoso atau badan koordinator wilayah
(Bakorwil) di bawah Pemprov Jatim.
Kebesaran nama Besuki itu hanya digunakan sebagai penanda, sementara
sang pemilik sepertinya tidak memperoleh "imbalan" apa-apa, misalnya
sekedar melestarikan warisan kebesaran sejarahnya.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pariwisata Kabupaten
Situbondo, Agus Cahyono mengakui bahwa dari sisi sejarah, Besuki
merupakan aset nasional.
"Besuki itu dulunya kota yang cukup besar, namun kemudian statusnya
'melorot' (turun) terus hingga kini menjadi kecamatan. Karena itu,
sampai sekarang di kepolisian masih menggunakan nama Polwil Besuki,
meskipun markasnya di Bondowoso," ujarnya.
Ia mengemukakan, Besuki pernah menjadi keresidenan dan pada saat lembaga
itu diubah menjadi nama pembantu gubernur, kantornya tidak lagi di
Besuki, melainkan di Bondowoso.
Setelah itu pindah ke Jember dan saat ini bergabung dengan Bakorwil di Malang.
Sejarah Kota Besuki bermula dari diangkatnya Raden Bagus (RB) Kasim
Wirodipuro sebagai demang pertama di Besuki. Kasim kemudian dikenal
dengan nama Ki Pati Alos dan masyarakat Besuki menyebut Ke Pate Alos.
RB Kasim dilantik menjadi Demang Besuki oleh Tumenggung Joyo Lelono yang
berkedudukan di wilayah Kabupaten Probolinggo sekarang. Beliau dilantik
pada Sabtu manis, 8 September 1764 M, atau 12 Robiul Awal 1184 H. Pada
Saat itu lah Nama Besuki di sebut sebut.
Tumenggung Joyo Lelono pernah berpesan, dengan nama Besuki, maka siapa
yang berniat jelek terhadap Ke Pate Alos, maka perbuatan itu akan
kembali ke dirinya sendiri. Mengenai arti Besuki itu sendiri, saya belum
mendapat kejelasan.
Mungkin saja itu dari Bahasa Jerman ”Besuch” karena menurut informasi,
tentara Belanda zaman dulu juga banyak yang berasal dari Jerman. Mungkin
Besuki itu dulu tempat untuk membesuk, meskipun belum jelas maksudnya
membesuk apa,?
Dalam perkembangannya, pemerintahan pimpinan Ke Pate Alos, Besuki
bertambah maju. Ke Pate Alos yang memimpin kademangan itu dengan
berlokasi di utara alun-alun Besuki atau dikenal sebagai "dalem tengah"
mendapatkan penghargaan dari Tumenggung Joyo Lelono.
Ke Pate Alos kemudian dilantik menjadi Patih Besuki pada tahun 1764.
Dengan pengangkatan itu, maka status Besuki sebagai wilayah kedemangan
naik menjadi setingkat kabupaten.
Pada perkembangan berikutnya, menurut dia, Besuki digadaikan oleh
Belanda kepada seorang saudagar Cina muslim di Surabaya bernama, Han
Boei Sing, sekitar tahun 1770. Diduga Belanda menggadaikan wilayah
Besuki karena membutuhkan uang dalam jumlah banyak.
Namun belum ditemukan fakta berapa nilai uang yang diterima Belanda saat
itu. Karena Besuki berada di bawah kekuasaan Han Boei Sing, maka ia
mengangkat seorang wali dengan pangkat Ronggo di Besuki dan berlanjut
hingga sekitar enam Ronggo. Ronggo itu adalah pangkat.
Menurut dia, pada saat Ronggo di Besuki dijabat oleh Suro Adiwijoyo yang
juga Cina muslim, pada sekitar tahun 1805, didirikan bangunan
bersejarah di Besuki, seperti gedung keresidenan dan kewedanan serta
masjid jamik," katanya.
Besuki kemudian ditebus oleh Gubernur Jenderal Raffles pada tahun 1813
senilai 618.720 Gulden. Data itu ia dapatkan dari catatan yang ditulis
J. Hageman, J. Cz. dengan titel Soerabaia, Februari 1864 .
Sekitar 13 tahun sebelum tebusan itu dilakukan, Ke Pate Alos meninggal.
Pemerintah selanjutnya diteruskan oleh anak keturunannya. Ke Pate Alos
dimakamkan di Kauman Barat atau Kampung Arab, Besuki.
Makam itu kini dikeramatkan dengan dikunjungi banyak orang untuk ziarah.
Pada setiap malam jumat, Moh. Hasan Nailul Ilmi memimpin istighasah di
makam tersebut bersama ratusan jamaahnya.
Namun, kemungkinan tidak banyak dari peziarah itu tahu, bahwa Ke Pate
Alos itu dulunya pernah menjadi 'penguasa' di Besuki, kota tua yang dulu
pernah "tergadaikan"
Menurut Beberapa sumber mengatakan tonggak berdirinya Besuki menjadi
tonggak hari jadi kota Situbondo pula,namun ada yang mengatakan Hari
jadi kota Situbondo adalah 19 September...terlepas dari perbedaan
Presepsi tersebut menurut saya harus di kaji lebih Dalam,mangambil titik
temu beberapa presepsi adalah penting,tapi yang harus lebih di
pentingkan adalah apa yang telah dan akan kita Lakukan Untuk kemajuan
Kota ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar